.::*SMS GRATIS*::.

SILAHKAN DI COBA

.::*links temen-temen*::.

160 x 600 Ad Section

.::Pengikut::.

"ini tentang cinta yang datang perlahan", "sayang yang mungkin dalam membuatku takut kehilangan", "kutitipkan lentera kasih agar nyalanya terjaga tak padam didera goda dan masa", "cinta terbentuk dari perasaan yang sangat dalam", " bertahun kita lalui bersama bercanda tertawa dan kesedian/mengangis", " 2 hati lebih kuat dibanding 3", " tapi itu hanya jika masih tinggal dalam hatiku tak seorangpun bisa memisahkan kita kecuali kehendak-NYA"

.::*MASUKAN LINK ANDA DI SINI*::.

BERBAGI LINK

HUKUM NADZAR : MAKRUH ATAU HARAM?


Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Setelah seseorang menentukan nadzar dan arahnya ; apakah boleh seseorang merubahnya bila mendapatkan arah yang lebih berhak ?

Jawaban
Akan saya kemukakan mukadimah terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan tersebut, yaitu bahwa tidak semestinya seseorang melakukan nadzar, sebab pada dasarnya hukum nadzar itu makruh ataupun diharamkan sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya di dalam sabdanya.

“Artinya : Sesungguhnya ia tidak pernah membawa kebaikan dan sesungguhnya ia hanya dikeluarkan (bersumber) dari orang yang bakhil” [1]

Maka, kebaikan yang anda perkirakan terjadi dari nadzar itu, bukanlah nadzar itu sebagai penyebabnya.

Banyak orang yang bila sudah sakit, akan bernadzar untuk melakukan ini dan itu bila disembuhkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan bila sesuatu hilang, dia bernadzar untuk melakukan ini dan itu bila menemukannya kembali. Kemudian, bila dia ternyata disembuhkan atau menemukan kembali barang yang hilang tersebut, bukanlah artinya bahwa nadzar itu yang menyebabkannya akan tetapi hal itu semata berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan Allah adalah Mahamulia dari sekedar kebutuhan akan suatu persyaratan ketika Dia dimintai.

Oleh karena itu, anda wajib bermohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar disembuhkan dari sakit ini atau agar barang yang hilang ditemukan kembali. Sedangkan nadzar itu sendiri, ia tidaklah memiliki aspek apapun dalam hal ini. Banyak sekali orang-orang yang bernadzar tersebut, bila sudah mendapatkan apa yang dinadzarkan, kemudian bermalas-malasan untuk menepatinya bahkan barangkali tidak jadi melakukannya. Ini tentunya bahaya yang amat besar. Sebaiknya, dengarkanlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut.

“Artinya : Dan di antara mereka ada orang yang berikrar kepada Allah : ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian dari karuniaNya kepada kami, pasti kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih’. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karuniaNya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai pada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepadaNya dan (juga) karena mereka selalu berdusta” [At-Taubah : 75-77]

Maka berdasarkan hal ini, tidak semestinya seorang mukmin melakukan nadzar.

Sedangkan jawaban atas pertanyaan diatas, maka kami katakan bahwa bila seseorang bernadzar sesuatu pada arah tertentu dan melihat bahwa yang selainnya lebih baik dan lebih diperkenankan Allah serta lebih berguna bagi para hambaNya, maka tidak apa-apa dia merubah arah nadzar tersebut ke arah yang lebih baik.

Dalilnya adalah hadits tentang seorang laki-laki yang datang ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah bernadzar akan melakukan shalat di Baitul Maqdis bila kelak Allah menganugrahkan kemenangan kepadamu di dalam menaklukan Mekkah”. Maka beliau menjawab : “Shalatlah di sini saja”, kemudian orang tadi mengulangi lagi perkataannya, lalu dijawab oleh beliau, “Kalau begitu, itu menjadi urusanmu sendiri” [2]

Hadits ini menunjukkan bahwa bila seseorang berpindah dari nadzarnya yang kurang utama kepada yang lebih utama, maka hal itu boleh hukumnya.

[Fatawa Al-Mar’ah, dari Fatawa Syaikh Ibn Utsaimin, hal. 68]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Musthofa Aini dkk, Penerbit Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam kitab Al-Iman (6608,6609), Muslim di dalam kitab An-Nadzar (1639,1640).
[2]. Hadits Riwayat Abu Daud di dalam kitab Al-Iman (3305)

1 comments:

umroh said...

kita sering bimbang antara makruh,,
hal yang tidak kita kerjakan mendapat pahala sepengetahuan dahulu,,
tapi sekarang lebih lengkap,,
so lebih mantap lagi membedakannya,

Post a Comment

mohon untuk semua yang mempunyai pengalaman di dunia usaha atau berternak, untuk dapat sharing di tempat ini...saling memberikan masukan..terima kasih..

.::*About me*::.

Nama : Reza Bayu Permana
NIM : 12141378
Prodi : Teknik Informatika (STIMIK ELRAHMA)
Kelas Malam

.::*Clock*::.

.::*LOG IN*::.

Please enter your username and password to enter your Blogger Dasboard page!


Widget edited by ejack

.::*Mengenai Saya*::.

My photo
yogyakarta, DIY, Indonesia

.::*1 FEB 2006*::.

.::*1 FEB 2006*::.
.::*Albumq Dulu*::.